Kurikulum IPS Kelas 9 dirancang untuk membawa siswa memahami perjalanan panjang peradaban manusia, mulai dari perkembangan di masa lalu hingga bagaimana hal tersebut membentuk dunia kita saat ini. Tema 2, yang seringkali berfokus pada Perkembangan Masyarakat Indonesia sejak Proklamasi hingga Era Reformasi, merupakan salah satu babak paling krusial dalam pemahaman sejarah bangsa. Periode ini penuh dengan dinamika, tantangan, dan pencapaian yang membentuk identitas Indonesia seperti yang kita kenal sekarang.
Untuk menguasai materi ini secara mendalam, penting bagi siswa untuk tidak hanya menghafal fakta, tetapi juga memahami konsep, sebab-akibat, dan keterkaitan antar peristiwa. Artikel ini akan menyajikan serangkaian contoh soal yang relevan dengan Tema 2 IPS Kelas 9, dilengkapi dengan pembahasan mendalam. Tujuannya adalah untuk membantu siswa mengasah kemampuan analisis, berpikir kritis, dan mempersiapkan diri menghadapi berbagai jenis penilaian.
Mari kita selami beberapa aspek penting dari Tema 2 dan contoh soal yang menguji pemahaman tersebut.
Bagian 1: Masa Awal Kemerdekaan dan Perjuangan Mempertahankan Kedaulatan (1945-1949)
Periode awal kemerdekaan adalah masa yang penuh gejolak. Setelah memproklamasikan kemerdekaannya, Indonesia harus menghadapi upaya dari pihak Belanda untuk kembali berkuasa. Ini adalah era diplomasi, perjuangan fisik, dan pembentukan pondasi negara.
Contoh Soal 1:
Mengapa Belanda berusaha kembali menguasai Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945? Jelaskan faktor-faktor utama yang mendorong upaya tersebut!
Pembahasan Soal 1:
Belanda memiliki motivasi kuat untuk kembali menguasai Indonesia karena beberapa faktor utama:
- Kepentingan Ekonomi: Indonesia merupakan sumber daya alam yang sangat kaya dan strategis bagi Belanda. Selama masa kolonial, Belanda telah lama mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia untuk keuntungan ekonominya. Setelah kekalahan Jepang, Belanda melihat kesempatan untuk kembali mengambil alih kendali atas sumber daya tersebut, terutama komoditas seperti karet, gula, tembakau, dan hasil tambang.
- Kebanggaan Nasional dan Prestise: Bagi Belanda, kehilangan koloni terbesar mereka merupakan pukulan telak terhadap harga diri dan status mereka di mata dunia. Mereka ingin memulihkan citra sebagai kekuatan kolonial yang disegani.
- Klaim sebagai Pemenang Perang: Belanda berargumen bahwa mereka adalah pemenang Perang Dunia II dan berhak atas wilayah-wilayah yang sebelumnya menjadi koloni mereka, termasuk Indonesia. Mereka menganggap pemerintahan Jepang di Indonesia bersifat sementara dan tidak memiliki legitimasi.
- Pembentukan Negara Pasca-Perang: Setelah Perang Dunia II, Belanda menghadapi kebutuhan untuk membangun kembali negaranya. Penguasaan kembali Indonesia dipandang sebagai salah satu cara untuk memulihkan perekonomian dan kekuatan negara mereka.
- Pengaruh Sekutu (Inggris): Awalnya, Sekutu, yang dipimpin oleh Inggris, bertugas melucuti tentara Jepang dan menjaga ketertiban di Indonesia. Namun, kehadiran mereka ini secara tidak langsung membuka pintu bagi kembalinya Belanda untuk mengambil alih administrasi sipil.
Upaya Belanda ini kemudian memicu serangkaian pertempuran dan diplomasi yang panjang, yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I dan II, serta berbagai perundingan seperti Perundingan Linggarjati, Renville, dan Roem-Royen.
Contoh Soal 2:
Sebutkan dan jelaskan setidaknya tiga perjanjian internasional yang dilakukan Indonesia dengan Belanda pada masa awal kemerdekaan untuk menyelesaikan sengketa kedaulatan! Apa kegagalan atau keberhasilan utama dari masing-masing perjanjian tersebut?
Pembahasan Soal 2:
Berikut adalah tiga perjanjian penting yang dilakukan Indonesia dengan Belanda pada masa awal kemerdekaan:
-
Perundingan Linggarjati (1946):
- Isi Utama: Belanda mengakui secara de facto wilayah Indonesia meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera. Dibentuk negara federasi yang bernama Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan kepala negara Raja Belanda.
- Kegagalan/Keberhasilan: Perjanjian ini merupakan langkah awal pengakuan internasional atas Indonesia, meskipun terbatas. Namun, pelaksanaannya sangat sulit karena Belanda terus melakukan pelanggaran. Perjanjian ini akhirnya dianggap gagal karena Belanda melancarkan Agresi Militer I pada Juli 1947, melanggar kesepakatan.
-
Perundingan Renville (1948):
- Isi Utama: Perundingan ini dilaksanakan di atas kapal USS Renville di Jakarta. Latar belakangnya adalah Agresi Militer Belanda I. Hasilnya sangat merugikan Indonesia. Wilayah Indonesia semakin sempit, hanya mencakup sebagian Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera. Wilayah yang dikuasai Belanda semakin luas.
- Kegagalan/Keberhasilan: Perjanjian ini merupakan sebuah kegagalan besar bagi Indonesia karena mengakibatkan penyusutan wilayah yang signifikan dan menguatkan posisi Belanda. Perjanjian ini justru menjadi pemicu Agresi Militer Belanda II.
-
Perundingan Roem-Royen (1949):
- Isi Utama: Perundingan ini dilaksanakan sebagai upaya internasional untuk menekan Belanda agar menghentikan agresi militernya dan kembali ke meja perundingan. Hasil utama dari perundingan ini adalah disepakatinya gencatan senjata, pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta, dan persetujuan diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB).
- Kegagalan/Keberhasilan: Perundingan ini merupakan keberhasilan signifikan karena membuka jalan bagi penyelesaian damai melalui KMB. KMB kemudian menghasilkan pengakuan kedaulatan Belanda atas Indonesia secara penuh pada 27 Desember 1949.
Bagian 2: Era Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin (1950-1965)
Setelah pengakuan kedaulatan, Indonesia memasuki periode baru dalam tata kelola negaranya. Periode ini ditandai dengan eksperimen sistem pemerintahan dan berbagai tantangan politik serta ekonomi.
Contoh Soal 3:
Jelaskan ciri-ciri utama sistem pemerintahan Demokrasi Liberal yang berlaku di Indonesia pada periode 1950-1959! Sebutkan setidaknya dua masalah utama yang dihadapi Indonesia selama periode ini!
Pembahasan Soal 3:
Sistem Demokrasi Liberal di Indonesia (1950-1959) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Sistem Multi Partai: Banyak partai politik yang bersaing memperebutkan kekuasaan. Hal ini seringkali menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan karena koalisi partai seringkali rapuh.
- Parlementer: Kekuasaan eksekutif (pemerintah) bertanggung jawab kepada legislatif (parlemen/DPR). Perdana Menteri dan kabinetnya bisa dijatuhkan oleh mosi tidak percaya dari parlemen.
- Kebebasan Berpendapat dan Berorganisasi: Masyarakat memiliki kebebasan yang luas untuk menyuarakan pendapat, membentuk organisasi, dan berpartisipasi dalam kegiatan politik.
- Pemilu yang Sering: Karena ketidakstabilan kabinet, seringkali terjadi pergantian pemerintahan dan pemilu yang tidak terjadwal.
Dua masalah utama yang dihadapi Indonesia selama periode Demokrasi Liberal:
- Ketidakstabilan Politik: Seringnya pergantian kabinet menjadi masalah kronis. Setiap kabinet hanya bertahan rata-rata satu hingga dua tahun. Ini menghambat program pembangunan jangka panjang dan menciptakan ketidakpastian politik.
- Pemberontakan di Berbagai Daerah: Ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat, isu otonomi daerah, serta perbedaan ideologi memicu munculnya berbagai pemberontakan di berbagai daerah seperti PRRI/Permesta di Sumatera dan pemberontakan DI/TII di beberapa wilayah. Pemberontakan ini mengancam keutuhan negara dan menghabiskan sumber daya negara.
Contoh Soal 4:
Apa yang dimaksud dengan Demokrasi Terpimpin? Jelaskan alasan Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan dampaknya terhadap sistem politik Indonesia!
Pembahasan Soal 4:
Demokrasi Terpimpin adalah sistem pemerintahan yang diperkenalkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1959, yang menandai berakhirnya era Demokrasi Liberal. Dalam sistem ini, kepemimpinan politik lebih terpusat pada presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dan partisipasi masyarakat serta partai politik diatur dan dibatasi. Presiden berperan sebagai "pemandu" jalannya demokrasi, yang berbeda dengan demokrasi liberal yang menekankan kebebasan mutlak partai politik.
Alasan Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
Dekrit ini dikeluarkan sebagai respons terhadap kegagalan Dewan Konstituante (lembaga yang bertugas menyusun UUD baru) untuk mencapai mufakat dalam merumuskan UUD pengganti konstitusi sementara. Kegagalan ini menyebabkan situasi politik yang semakin tidak menentu dan berlarut-larut. Alasan utama lainnya meliputi:
- Ketidakstabilan Politik: Berlanjutnya krisis kabinet dan maraknya pemberontakan daerah menunjukkan bahwa sistem Demokrasi Liberal tidak mampu membawa Indonesia ke arah yang stabil.
- Ancaman Disintegrasi Bangsa: Ketidakmampuan konstituante menyepakati UUD dikhawatirkan akan semakin memperuncing perpecahan bangsa.
- Keinginan Mengembalikan UUD 1945: Presiden Soekarno berpendapat bahwa UUD 1945, yang dirancang di masa perjuangan kemerdekaan, lebih sesuai untuk kondisi Indonesia saat itu dan dapat menjadi landasan yang kuat untuk persatuan dan pembangunan.
- Penolakan Terhadap Konsep Negara Sekuler: Perdebatan di Konstituante juga mencakup isu dasar negara, apakah Indonesia akan menjadi negara sekuler atau berdasarkan agama. Soekarno berupaya mencari jalan tengah yang bisa diterima semua pihak.
Dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 terhadap Sistem Politik Indonesia:
Dekrit ini memiliki dampak yang sangat signifikan:
- Pembubaran Konstituante: Lembaga yang diharapkan menyusun UUD baru dibubarkan.
- Kembalinya UUD 1945: UUD 1945 kembali berlaku sebagai landasan konstitusional negara.
- Pembubaran Partai Politik: Banyak partai politik yang dianggap tidak sejalan dengan garis Demokrasi Terpimpin dibubarkan atau dibatasi gerakannya.
- Penguatan Kekuasaan Presiden: Kekuasaan presiden menjadi sangat besar. Presiden tidak hanya sebagai kepala negara tetapi juga sebagai kepala pemerintahan yang dominan.
- Pembentukan Lembaga Baru: Dibentuklah lembaga-lembaga baru seperti MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara), yang anggotanya ditunjuk oleh presiden.
- Munculnya NASAKOM: Konsep NASAKOM (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) digaungkan sebagai falsafah persatuan yang memadukan tiga kekuatan politik utama di Indonesia.
Periode Demokrasi Terpimpin ini berlangsung hingga tahun 1965, yang kemudian diikuti oleh perubahan besar lainnya dalam sejarah Indonesia.
Bagian 3: Era Orde Baru dan Reformasi (1966-1998 dan 1998-Sekarang)
Setelah peristiwa G30S/PKI, Indonesia memasuki era Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Periode ini berlangsung selama 32 tahun dan diakhiri dengan gerakan reformasi yang membawa Indonesia ke era demokrasi yang lebih terbuka.
Contoh Soal 5:
Jelaskan tujuan utama pembentukan Orde Baru setelah peristiwa G30S/PKI! Sebutkan setidaknya tiga kebijakan penting yang dilaksanakan pada masa Orde Baru dan dampaknya!
Pembahasan Soal 5:
Tujuan utama pembentukan Orde Baru adalah untuk:
- Menghapuskan PKI dan Organisasi Turunannya: Orde Baru didirikan dengan narasi bahwa PKI adalah dalang di balik G30S/PKI dan harus diberantas.
- Menciptakan Stabilitas Politik dan Keamanan: Mengembalikan kondisi negara yang aman dan tertib setelah gejolak politik dan sosial pada masa akhir Orde Lama.
- Memulihkan Ekonomi: Menyelamatkan perekonomian Indonesia yang hancur akibat inflasi tinggi dan ketidakstabilan pada masa Orde Lama.
- Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekuen: Orde Baru mengklaim bahwa mereka akan menjalankan Pancasila dan UUD 1945 tanpa penyimpangan.
Tiga kebijakan penting yang dilaksanakan pada masa Orde Baru dan dampaknya:
-
Pembangunan Ekonomi Berbasis Pembangunan Jangka Panjang (PJP):
- Kebijakan: Pemerintah Orde Baru sangat fokus pada pembangunan ekonomi, terutama melalui strategi industrialisasi dan peningkatan sektor pertanian (terutama swasembada pangan). Program "Bimas" (Bimbingan Massal) untuk pertanian menjadi ikon. Penerimaan investasi asing juga digalakkan.
- Dampak: Berhasil menurunkan angka kemiskinan secara drastis dan mencapai swasembada pangan. Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat selama beberapa dekade, bahkan dijuluki sebagai "Macan Asia" pada masanya. Namun, pembangunan ini juga menimbulkan masalah seperti kesenjangan ekonomi yang melebar, ketergantungan pada utang luar negeri, dan masalah lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam.
-
Sentralisasi Kekuasaan dan Penegakan Stabilitas Politik:
- Kebijakan: Pemerintah Orde Baru cenderung memusatkan kekuasaan di tangan presiden. Partai politik dibatasi jumlahnya menjadi tiga (PPP, Golkar, PDI). Pemilu dilaksanakan secara rutin, namun hasilnya seringkali sudah diprediksi karena dominasi Golkar. Kebebasan berpendapat dan berorganisasi sangat dibatasi demi menjaga stabilitas.
- Dampak: Tercipta stabilitas politik yang relatif tinggi selama puluhan tahun, yang mendukung kelancaran pembangunan ekonomi. Namun, dampak negatifnya adalah matinya demokrasi, pelanggaran hak asasi manusia, korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela, serta minimnya partisipasi publik dalam pengambilan keputusan.
-
Dwifungsi ABRI:
- Kebijakan: Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang sebelumnya dikenal sebagai ABRI, tidak hanya menjalankan fungsi pertahanan keamanan, tetapi juga memiliki peran dalam kehidupan politik dan sosial masyarakat. Anggota ABRI ditempatkan di berbagai jabatan pemerintahan dan legislatif.
- Dampak: Memberikan stabilitas keamanan dan mempermudah implementasi kebijakan pemerintah. Namun, kebijakan ini juga dikritik karena membatasi ruang gerak masyarakat sipil, menghilangkan independensi partai politik, dan menjadi alat kontrol kekuasaan Orde Baru.
Contoh Soal 6:
Gerakan Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 merupakan titik balik penting dalam sejarah Indonesia. Jelaskan faktor-faktor utama yang mendorong munculnya gerakan Reformasi tersebut dan sebutkan salah satu ciri utama sistem politik yang berlaku setelah era Reformasi!
Pembahasan Soal 6:
Faktor-faktor utama yang mendorong munculnya gerakan Reformasi 1998 meliputi:
- Krisis Ekonomi Asia 1997-1998: Krisis ini melanda seluruh Asia, termasuk Indonesia. Nilai tukar Rupiah anjlok, inflasi melonjak, harga-harga kebutuhan pokok naik drastis, dan banyak perusahaan bangkrut. Hal ini menimbulkan penderitaan ekonomi yang luas bagi masyarakat.
- Maraknya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN): Selama puluhan tahun Orde Baru berkuasa, praktik KKN menjadi sangat sistemik dan merajalela. Ketidakadilan ekonomi dan sosial akibat KKN menimbulkan kemuakan di kalangan masyarakat.
- Pembatasan Demokrasi dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM): Sejak lama, Orde Baru dikenal dengan sistem politik yang otoriter, di mana kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul sangat dibatasi. Banyak kasus pelanggaran HAM yang tidak terselesaikan.
- Ketidakpuasan terhadap Kepemimpinan Soeharto: Setelah 32 tahun berkuasa, muncul kehendak kuat di masyarakat untuk perubahan kepemimpinan. Soeharto yang terpilih kembali untuk ketujuh kalinya pada Maret 1998 dianggap tidak lagi mampu menjawab tantangan zaman.
- Peristiwa Trisakti dan Semanggi: Penembakan mahasiswa di Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 dan kerusuhan yang menyusulnya menjadi pemicu langsung meletusnya demonstrasi besar-besaran di seluruh Indonesia.
Salah satu ciri utama sistem politik yang berlaku setelah era Reformasi adalah:
- Demokrasi yang Lebih Terbuka dan Partisipatif: Setelah Orde Baru tumbang, Indonesia memasuki era yang lebih demokratis. Kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul dikembalikan. Pemilu dilaksanakan secara lebih demokratis dan adil, dengan sistem multipartai yang sesungguhnya. Kekuasaan negara tidak lagi terpusat pada satu orang atau satu lembaga. Ada upaya untuk membangun sistem check and balances antar lembaga negara.
Penutup
Mempelajari Tema 2 IPS Kelas 9 adalah kunci untuk memahami fondasi negara Indonesia. Setiap peristiwa, setiap kebijakan, dan setiap perjuangan memiliki makna dan pelajaran berharga. Dengan memahami contoh-contoh soal dan pembahasannya di atas, diharapkan siswa dapat mengembangkan wawasan yang lebih luas, kemampuan analisis yang lebih tajam, dan rasa cinta tanah air yang lebih mendalam. Teruslah belajar, bertanya, dan menggali informasi untuk menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas dan bertanggung jawab.

Tinggalkan Balasan